CERPEN (Pergi Atau Kembali) - Sajak Aksara

CERPEN (Pergi Atau Kembali)


Seseorang dengan paras manis menawan menitihkan air mata di persimpangan jalan, tak ada yang peduli padanya. Sinar bola lampu pinggir jalan menguning warnanya, sembari dikelilingi laron-laron yang akan mati. Wanita berbaju hitam itu menekuk lutut dengan mata sedikit sayup dihiasi butiran air mata.

Kelamnya malam ini sungguh syahdu hingga hening tak bisa lekang dari gelap. Orang orang yang berjalan disekitar wanita itu tak ada yang peduli tuk menegurnya, walau hanya sekedar bertanya mengapa dia menangis atau sekedar memberikan tisu lembut padanya untuk tangisnya. Namun sama sekali tak ada yang peduli. 

Dingin mulai menusuk badan kurus wanita itu di perempat malam. Kulit putihnya serasa ditusuk kejam dunia oleh dingin malam ini. Bibirnya mulai kaku kedinginan, namun masih saja duduk di persimpangan jalan. Tak taukah dia jika penyakit bisa menyerangnya malam ini akibat kebodohannya duduk diatas semen jalan dibawah tiang lampu bersinar kuning. Ataukah dia sebenarnya tau dan ingin membunuh jiwanya malam ini. Hanya dia yang ingin malam ini, sungguh ingin melakukan sesuatu.

Gerutu bibir mulai berkesimuh dengan dingin malam, tekukan lututnya semakin kencang dan kuat saja ; berusaha melawan dingin dengan baju tipis dan celana jens coklatnya. Ditariknya sebungkus rokok dari saku kanan celana miliknya. Sebatang rokok telah bertengger indah di bibir tipis wanita manis itu. Rasa manis mukanya mulai bercampur aduk dengan rokok yang dihisap. Asap mulai membumbung dari cela mulutnya dan terkadang keluar dari dua lobang hidungnya. Pemandangan yang sungguh asyik bersama seorang wanita dan rokok malam ini.

"hei kamu yang duduk dibawah lampu jalan, sedang apa di tengah malam seperti ini ?" sebuah pertanyaan tiba-tiba mencuat padanya, lelaki tinggi perkasa dengan seragam polisi lengkap mendekatinya. 
"tidak mengapa pak" sebuah jawaban yang akan menimbulkan beribu tanya kemudian. Lantas lelaki itu mengerutkan dahi.
"Jika tidak mengapa, kenapa kamu masih duduk disini. padahal seharusnya kamu tidur diatas ranjangmu dirumah, bukan malah berada ditempat ini ditengah malam seperti ini" nadanya mulai tinggi dan sedikit tegas pada wanita itu. 
"iya pak" singkat, namun memiliki arti untuk patuh pada lelaki yang menyuruhnya agar segera pulang. Rokok dibibir dibuangnya ke tong sampah. 

Tak ada lagi percakapan antara mereka berdua malam ini. Lelaki itu pergi dan kemudian hilang ditelan gelap di ujung persimpangan jalan. Sedang wanita itu berjalan entah kemana; padahal malam semakin larut saja. Tak ada lagi orang yang berjalan di sekitarnya, sepi. sangat sepi hingga suara ngorok di ujung ruang sana terdengar jelas. Dan pada akhirnya kaki wanita itu berjalan menuju suara tadi; suara ngorok, entah siapa yang mendengkur tengah malam seperti ini.

Seorang lelaki tua dengan baju robek kotor tadi sedang tidur pulas dipojokan samping gedung tua. mulut menganga lebar hingga gigi kuningnya kelihatan oleh wanita itu. Serasa kasian pada lelaki itu namun pada sisi lain ada rasa jijik yang menghampiri padanya. Siapa yang tidak akan merasa jijik dengan pemandangan seperti itu sambil mendengkur hingga air liur mengalir dari bibir lelaki tua itu.

Tak ada yang peduli, begitu juga dengan wanita itu. Mengapa dia harus peduli dengan lelaki tua itu sedangkan dirinya saja tak ada sama sekali yang peduli padanya. Gejola rasa kasih mulai mengekang dirinya malam ini pada lelaki tua tadi. Kemudian dia berbalik pergi kembali pada lelaki tua dan menyelimuti lelaki itu dengan karung bekas gula. Rasa ibah itu tiba-tiba saja menghampiri dirinya, padahal tak ada rasa ingin menolong lelaki tua itu. Inikah relaksi hidup sorang wanita pada ayahnya yang sudah lama tak pernah dilihatnya lagi.

Mata wanita itu mulai mencuatkan sesuatu. Binar-binar matanya adalah sebuah rindu pada Ayah yang sudah lama tertanam oleh rapuhnya jiwa seorang wanita tanpa kasih dan sayang Ayah. Air mata justru mulai bermunculan dan mengalir dari mata cantiknya mengingat kembali masa yang lalu bersama seorang ayah. Pelukan dan mungkin kasih sayang yang pernah singgah padanya telah hilang dan kini hidup tanpa seorang ayah yang membuatnya harus kabur dari rumah. Itulah yang saat ini dilakukan wanita itu, kabur dari rumah dan kemudian melampiaskan rasa rindu dan tanya kemana ayah pergi. Sudah sejak pagi tadi wanita itu tak kembali ke rumah. Namun tak ada satupun yang mencari keadaannya. Ataukah dirinya yang sangat sulit ditemukan.

Dia kembali merenung sambil mengusap air mata yang sedari tadi membasahi pipinya. Pikirannya mulai dilema antara pulang dan pergi dari kejauhan. Apakah dia harus pulang malam ini dan kembali bersama seorang ibu yang sedang menunggunya pulang. Ataukah mencari ayah yang pergi entah kemana setelah perceraian siang tadi. 

Kepalanya mulai ditumbuhi rasa benci dan segala macam penyakit yang mampu melawan rasa kasih seorang ibu padanya. Dilain sisi ada rasa cinta yang mengakar sejak kecil pada seorang ibu yang memberikan sejuta kasih padanya. Tangisnya semakin menjadi-jadi saja malam ini. Tetesan air mata tak dapat terbendung hingga jatuh keatas lantai samping gedung tua. Tetes-tetes air matanya sungguh jernih hingga pipi merahnya terlihat bersinar akibat diluapi tetesan air mata.

Tak ada yang melihatnya kecuali bintang dan intipan rembulan dibalik awan diatas semesta sana. Tangisannya merdu bagaikan penyanyi dikedai kopi panas. Wajah seorang ayah dan ibu kini memenuhi pikirannya, tak ada lagi yang lain selain dua orang itu. Dua orang yang membesarkannya dan setelah dia dewasa harus berpisah dengan salah satunya ; seorang ayah yang penuh kasih dan sayang padanya, dan kini telah pergi entah kemana.

Menenangkan pikiran dan berpikir jernih adalah solusinya. Itulah yang mulai dilakukan wanita berparas manis itu. Tetes air mata telah berhenti, namun isaknya masih ada. Haruskah dia pergi mencari ayahnya yang entah kemana dan tak tau dimana ataukah pulang kembali bersama seorang ibu yang penuh kasih sayang padanya. Sebuah pilihan harus diambil malam ini juga, sebab mentari sebentar lagi mengintip dibalik gunung.

Setelah berpikir panjang dengan penuh kematangan akhirnya dia berlari menerobos malam yang penuh dingin. Matanya masih saja dipenuhi binar-binar air mata. Iya, dia berlari pulang pada seorang ibu yang sedang menunggu dan penuh rasa khawatir pada seorang anak perempuan satu-satu miliknya. Dan merelakan seorang ayah untuk pergi, walau sebenarnya dia masih dapat bertemu jika ibunya memberikan izin.


Share:

Posting Komentar

5 Gunung di Jogja yang Cocok untuk Pendaki Pemula, Lengkap dengan Tipsnya

  Kamu sedang mencari gunung di jogja untuk pendaki pemula? Kamu bisa membaca artikel ini agar tahu apa saja rekomendasi yang bagus. Tulisan...

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes