Kembara | Bagian Ketiga Belas - Sajak Aksara

Kembara | Bagian Ketiga Belas

prosais tentang perjalanan
Pengembaraaan menuju telaga

Solipsisme


Berupaya menjadi manusia yang sebaik baiknya didepan manusia lainnya. Usaha untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan dari kelompok manusia lain. Beberapa di antara lagi mengaku suci dengan menyombongkan perbuatan didepan Tuhan agar mendapat keimanan, yakin dalam hati. Sedang perilaku layaknya binatang buas di tengah rimba jahiliyah.


Bilik bilik bambu hampir runtuh dibawah sinar matahari terik siang tadi, manusia tertidur dan hanya bisa melihat apa yang sedang terjadi. Bergerak segan, tidur pun tidak nyenyak akibat ulah diri sendiri. Menghadapi kewalahan dan kesialan hidup bagian dari sendi watak amorgana di dada manusia ambigu.


Berhadapan dengan manusia kecil diremehkan, dihadapkan dengan manusia besar berwibawa juga akan menimbulkan beribu alasan demi melindungi diri sendiri. Seakan hidup selalu saja membiarkan jiwa manusia berhadapan dengan masalah dan alasan secara bersamaan. Tidak dengan berjibaku singa di jalan raya, mati saja sekalian.


Aroma sejuk ada dibawah pohon kurma di sepanjang gurun pasir seluas mata memandang. Pasir pasir menguning dan mengilau diatas permukaan bumi. Panas menjadi jadi dengan keasingan yang datang bersama anak manusia, membawa bongkahan berlian dari galian harta karun. Rela mati di tengah terik demi bongkahan tak berguna itu.


Apa yang perlu dikatakan apabila raga hampir tak bernafas di bawah palung terdalam bumi. Paru paru akan tertekan dan mati seketika, tidak dengan ego dan kesombongan manusia. Tetap hidup dan memaki pada Tuhan, mengapa dan mengapa. Pertanyaan demi pertanyaan dilantunkan sepanjang samudera.


Ambigu, sebab suatu penyakit tidak kepuasan dengan karunia. Cahaya mentari hampir tenggelam dibawa temaram, sedang hati masih gulana perihal cita cita yang enggan tercapai. Terburu oleh usia yang kian menua, kulit mulai melekat dengan keriput. Tidak ada yang tahu bahwa solipsisme sedang bertumbuh dengan manusia.


Menuju jalan panjang, kian lamban.

Share:

Posting Komentar

Membaca Tanpa Bersosialisasi, Hidup Penuh Paradoks

Di era digital ini, membaca dan bersosialisasi bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Di satu sisi, membaca membuka jendela duni...

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes