Perjalanan Seru dari Kendari ke Pulau Kabaena - Sajak Aksara

Perjalanan Seru dari Kendari ke Pulau Kabaena

Pulau Kabaena


Perjalanan ini saya lakukan pada bulan Juli tahun 2023, saat cuaca di Sulawesi Tenggara sedang cerah-cerahnya. Tujuan utamanya adalah mendaki Gunung Sabampolulu, gunung yang menjadi ikon Pulau Kabaena dan sudah pernah saya tulis sebelumnya secara khusus. 

Namun, dalam tulisan kali ini, saya ingin mengajak kamu menikmati bagian yang sering terlupakan, tapi justru tak kalah penting: suasana perjalanan dari Kendari menuju Kabaena itu sendiri. 

Mulai dari jalur darat yang berliku, suasana pelabuhan kecil yang hidup, hingga menyeberangi laut biru yang memisahkan daratan Sulawesi dan pulau ini. Buat kamu yang ingin menjelajah Kabaena, pengalaman ini bisa jadi gambaran awal yang menarik.

Start dari Kota Kendari

Perjalanan menuju Pulau Kabaena dimulai dari Kota Kendari pada pukul 3 subuh. Udara pagi yang masih sejuk dan jalanan yang lengang jadi momen ideal untuk memulai petualangan. Tujuannya jelas: tiba lebih awal di pelabuhan agar tidak ketinggalan jadwal kapal penyebrangan pagi ke Kabaena.

Rute yang kami tempuh melewati wilayah Bombana, dan sepanjang perjalanan kami lewat kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, salah satu spot konservasi paling menarik di Sulawesi Tenggara. 

Kalau kamu suka fotografi alam atau pengamatan burung, kawasan ini sangat layak jadi bagian dari daftar wisata Kendari dan sekitarnya. Kabut tipis yang menyelimuti rawa saat matahari mulai naik jadi pemandangan yang sulit dilupakan.

Meskipun perjalanan darat memakan waktu sekitar 3 jam, suasana alam yang masih alami bikin rasa lelah jadi terbayar. Bukit-bukit hijau, pepohonan rindang, dan sesekali terlihat rumah-rumah adat khas Sultra menambah kekayaan pengalaman visual. 

Sambil melaju di jalanan yang sepi, kamu bisa merasakan bagaimana destinasi ini menawarkan lebih dari sekadar tujuan akhir, perjalanannya sendiri adalah bagian dari pesona.

Baca juga:

Hampir Gagal Karena Jalan Berlubang

Perjalanan menuju Pulau Kabaena seharusnya jadi momen seru dan menyenangkan. Tapi segalanya nyaris berubah total saat kami melewati kawasan Rawa Aopa. 

Saat itu, aku berkendara sendirian dengan motor, sedikit tertinggal dari dua temanku yang berboncengan di belakang. Jalanan terlihat sepi dan tenang, tapi di balik itu, ada kejutan yang tidak menyenangkan.

Tanpa sempat menghindar, rodaku masuk ke sebuah lubang cukup dalam yang tidak nampak dari jauh. Brak! Saya kehilangan kendali dan terjatuh cukup jauh dari motor. 

Badan sempat terseret ke sisi jalan, dan untungnya saat itu kendaraan benar-benar sepi. Bisa kubayangkan kalau ada mobil dari arah berlawanan, mungkin ceritanya bakal lain.

Tak lama setelah itu, suara gesekan keras dan teriakan membuatku menoleh ke belakang. Ternyata dua temanku mengalami nasib yang sama, menginjak lubang itu juga dan jatuh. Posisi kami bertiga terpisah, motor berantakan, dan semua kaget.

Syukurnya, meski lutut lecet dan badan nyeri, tidak ada luka serius. Tapi kondisi motor cukup parah. Spion patah, bodi lecet, dan salah satu footstep bengkok. Kami bertiga duduk di pinggir jalan, mencoba menenangkan diri dan menilai apakah perjalanan ini perlu ditunda.

Sambil duduk, obrolan kami sempat menyenggol soal kondisi jalan. Rasanya cukup wajar jika kami kecewa, mengingat ini adalah jalur utama antar kabupaten yang seharusnya bisa lebih diperhatikan. 

Jalan yang berlubang di kawasan rawa, tanpa rambu atau penanda, sangat berbahaya, apalagi buat pengendara motor seperti kami.

Setelah berdiskusi singkat, kami akhirnya memutuskan untuk tetap lanjut. Jarak ke pelabuhan sudah tidak terlalu jauh, dan waktu juga makin mepet dengan jadwal kapal. Saya pun mulai mencari bengkel terdekat lewat ponsel, berharap ada yang bisa bantu meski hanya perbaikan darurat.

Untungnya, sekitar 2 kilometer dari lokasi kami jatuh, ada bengkel kecil milik warga lokal. Dengan alat seadanya, si pemilik bengkel membantu kami meluruskan footstep, mengecek rem, dan mengencangkan baut yang longgar. Meski motor tidak kembali sempurna, setidaknya cukup layak untuk lanjut ke pelabuhan.

Pengalaman ini jadi pelajaran berharga. Perjalanan ke tempat indah seperti Kabaena memang menyenangkan, tapi juga perlu kesiapan dan kehati-hatian ekstra, terutama saat melintasi jalanan yang kondisinya tidak menentu. 

Dan semoga saja, ke depannya, pemerintah bisa lebih cepat tanggap memperbaiki jalan-jalan rusak, agar petualangan seperti kami tak harus diiringi drama jatuh di jalan.

Pertamakali Naik Kapal Penyeberangan

Buat kamu yang ingin menjajal pengalaman baru dalam dunia wisata Kendari, menyebrang ke Kabaena bisa jadi momen tak terlupakan, terutama saat pertama kali naik kapal penyeberangan. 

Uniknya, kapal yang digunakan bukan milik pemerintah, melainkan milik perusahaan tambang swasta yang beroperasi di pulau tersebut. Walau fungsinya utama untuk keperluan industri, kapal ini juga melayani penumpang umum yang ingin menuju pulau Kabaena.

Selama di atas kapal, kamu akan merasakan hembusan angin laut khas Teluk Bone dan suara gemuruh mesin kapal yang berpadu dengan suara ombak. 

Dari kejauhan, pulau Kabaena mulai terlihat, tapi ada pemandangan yang kontras: sebagian kawasan tampak gundul karena aktivitas tambang nikel. 

Meski begitu, pesona pulau ini tetap terasa, apalagi kalau kamu tahu bahwa di balik lanskap tersebut tersimpan keindahan alami seperti Gunung Sabampolulu yang berdiri kokoh.

Bagi para petualang, kontras antara alam dan industri ini justru menjadi sisi lain dari realitas wisata Kendari yang penuh warna. 

Perjalanan ini tidak hanya menyajikan panorama alam, tapi juga membuka mata tentang kondisi lingkungan dan pentingnya menjaga keseimbangan antara eksplorasi dan konservasi.

Baca juga: 

Sepanjang Jalan Rusak Parah

Setelah kami berhasil menyebrang dan tiba di Pelabuhan Ferry Pising, perjalanan belum selesai. Masih ada satu tantangan besar lagi sebelum benar-benar sampai di pusat kota Pulau Kabaena: kondisi jalan yang rusak parah, boss! 

Bayangkan saja, yang kamu lewati bukan lagi aspal, tapi jalur berbatu yang lebih mirip sungai kering ketimbang jalan raya.

Mobil dan motor harus melaju pelan, bahkan kadang harus berhenti karena lubang yang dalamnya bikin shockbreaker nangis. 

Debu di musim kemarau dan lumpur saat hujan jadi ‘bonus’ yang bikin perjalanan makin menguji kesabaran. Jujur, sempat emosi juga lihat kondisi ini, apalagi kamu datang jauh-jauh buat liburan, eh malah disambut trek offroad dadakan.

Mirisnya, kondisi ini sudah bertahun-tahun dibiarkan begitu saja. Seolah wilayah ini luput dari perhatian pemerintah. Mungkin karena letaknya jauh dari Kendari, jadi Kabaena seakan tak masuk radar pembangunan. 

Padahal, potensi wisata di sini luar biasa. Kalau akses jalannya diperbaiki, bukan cuma wisatawan yang senang, tapi juga ekonomi warga lokal bisa makin berkembang.

Setelah menempuh jalur darat dari Kendari, menyebrang laut biru yang memukau, hingga akhirnya menginjakkan kaki di tanah yang kaya akan budaya dan keindahan alam, semua lelah terbayar lunas.

Pulau Kabaena benar-benar menyuguhkan pengalaman berbeda dari destinasi wisata Kendari pada umumnya. Apalagi bagi kamu yang menyukai petualangan alam, pendakian Gunung Sabampolulu adalah salah satu momen yang tak boleh dilewatkan.

Perbaikan jalan dan penyebrangan dari Kendari ke Kabaena akan sangat membantu mempermudah akses wisatawan, juga mendukung aktivitas masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya pada jalur ini.

Baca juga:

Kabaena bukan hanya tentang keindahan alam, tapi juga tentang kehidupan dan semangat masyarakatnya. Sebuah potret kecil dari Sulawesi Tenggara yang patut untuk dijaga, dikembangkan, dan tentunya diperkenalkan ke dunia.

Baca juga perjalanan seru lainnya hanya di Saksara. See you!

Share:

Posting Komentar

Perjalanan Seru dari Kendari ke Pulau Kabaena

Perjalanan ini saya lakukan pada bulan Juli tahun 2023, saat cuaca di Sulawesi Tenggara sedang cerah-cerahnya. Tujuan utamanya adalah menda...

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes