Gunung Bismo, Lebih Baik Bersiap | Jurnal 13 - Sajak Aksara

Gunung Bismo, Lebih Baik Bersiap | Jurnal 13

Gunung Bismo Via Silandak

“Kita semua selalu merasa sudah siap akan segala sesuatu, padahal kita masih rapuh dan takut di tikam lelah”


2022, awal yang cukup sulit untuk dijalani bagiku, tidak tahu denganmu. Pada jurnal ke-13 ini saya akan bergelitik pada diri sendiri perihal gunung Bismo dengan tema “Lebih Baik Bersiap”. Kalimat itu mungkin sering kita dengar dari ucapan Ibu.


Di paragraf kedua saya ingin mengucapkan selamat kepada kamu yang sudah menyelesaikan sesuatu yang sudah menjadi mimpi, cita-cita, atau harapanmu selama ini.


Jika belum, maka lebih baik bersiap untuk meneguk realita yang pedih. Segala mimpi memang akan membayangi kita semua di setiap malam. Jangan ada dusta bahwa ekspektasi terkadang perlu di maki.


Gunung Bismo menjadi gunung ke-13 yang saya jajaki di pulau Jawa saat tulisan ini dibuat. Pendakian ke gunung Bismo membuat saya berpikir bahwa realita kehidupan perlu dicerna dengan baik agar tidak menjadi penyakit. Kebanyakan berekspektasi tentang kehidupan akan membawa kita semua pada sakit hati di sepanjang malam. Maka, lebih baik bersiap untuk segala sesuatunya.


Jurnal ke-13 saya ke gunung Bismo sudah saya rencanakan dari seminggu sebelum keberangkatan. Sehingga saya berasumsi ini akan menjadi perjalanan yang aman dan nyaman (sesuai dengan ekspektasi saya sendiri). 


Bersama dua teman lainnya, kami merencanakan pendakian tersebut dengan kehati-hatian. Mulai dari logistik apa saja yang akan dibawah, peralatan, jalur pendakian sampai dana simaksi. Semuanya sudah kami rencanakan dan ini akan menjadi lebih mudah menurutku. Tidak seperti pada pendakian sebelumnya yang selalu mendadak dan tanpa rencana yang matang.


Siang sebelum keberangkatan saya sudah mulai sibuk untuk mencari apa saja peralatan yang akan di bawa. Nyatanya, sepatu gunung yang akan saya gunakan ternyata masih basah dan kotor. Sedangkan tidak ada waktu lagi untuk menunggu kering. Sorenya kami mulai perjalanan dari Jogja menuju basecamp gunung Bismo via Silandak. Yaps, kali ini saya memilih jalur Silandak yang cukup populer di kalangan pendaki.


Butuh waktu sekitar 3 jam dan 15 menit untuk sampai pada lokasi tersebut. Sesuai dengan aturan perjalanan rombongan menggunakan motor bahwa harus saling menunggu dan tidak ngebut ketika jalan. Hal ini kami lakukan untuk menghindari berpisahnya rombongan. Yah, walaupun hanya dua motor sih.


Baca juga: Gunung Slamet, Belajar Tabah dan Sabar di Fase Krisis | Jurnal #12


Sepenggal Masalah di Perjalanan


Gunung Bismo Via Silandak

Tidak seperti perjalanan sebelumnya yang selalu tanpa kendala sampai ke basecamp. Perjalanan kali ini memang ingin memberikan sepenggal masalah di perjalanan untuk dijadikan bekal pada hari berikutnya. Sesaat sudah memasuki area jalan Magelang, motor yang saya tumpangi tiba-tiba saja gasnya tidak bisa berhenti walau sudah diturunkan.

 

Hal tersebut menjadikanku panik karena sedang berjalan di ring road yang ramai dengan kendaraan besar. Akhirnya saya meminggirkan motor dan mencari tahu apa masalah pada motor tersebut.


Ternyata setelah saya tanya pada teman yang memiliki motor tersebut, bahwa motor itu memang karbu-nya belum diganti dan al-hasil gas-nya selalu menarik sendiri walau tidak di gas. Waw, padahal perjalanan belum sampai setengah. Kami sudah melaju satu jam dari Jogja. Dalam pikiranku, saya dan teman yang lain harus kembali daripada mendapat masalah yang lebih besar. Atau mencari bengkel untuk memperbaikinya.


Opsi kedua sepertinya tidak mungkin, karena ganti karbu tidaklah murah. Sedangkan uang yang kami bawa hanya cukup untuk mendaki sampai pulang kembali. Karena tidak mungkin untuk kembali lagi, saya dan yang lain akhirnya mencoba untuk jalan kembali dengan kondisi gas yang masih menempel.


Saya terus berhati-hati dan berjalan pelan agar tetap aman dalam kondisi yang tidak aman. Saat jalan, motornya tiba-tiba kembali normal dan kami kembali melaju dengan kecepatan sebelumnya. Namun, setelah berjalan sekitar 30 menit, penyakit motor itu kembali lagi dan akhirnya kami kembali untuk istirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke basecamp gunung Bismo via Silandak.


Tak lama, kami sudah siap lagi untuk melaju dengan kondisi motor yang sudah kembali stabil. Belum lagi setengah jam berjalan kami harus kembali berhenti. Namun, bukan karena motor, tetapi hujan mulai jatuh ke atas bumi.


Sebenarnya, kami membawa jas hujan. Tapi, kataku lebih baik istirahat dulu sebelum melanjutkan perjalan. Tidak ada 20 menit, hujan sudah kembali mereda walau hanya menyisakan gerimis, kami bertiga akhirnya kembali melaju mengingat sudah hampir jam sembilan.


Tepat pada jam 10 malam waktu Jawa, akhirnya kami sampai di basecamp gunung Bismo via Silandak. Pihak basecamp sangat ramah dan langsung menyambut kedatangan kami. Di basecamp Silandak gunung Bismo hanya ada dua rombongan, kami bertiga dan dua orang pendaki wanita yang sudah pulas dalam mimpi (ada yang ngorok hahahaha).


Malam sebelum kami istirahat untuk tidur, saya sudah mendaftar dan membayar simaksi untuk pendakian kami besok pagi. Seperti biasa, masih ada satu kawan yang sibuk dengan sosial medianya hingga menjelang subuh.


Baca juga: Info Pendakian Gunung Bismo Via Silandak: Estimasi, Biaya Dan Tips


Jalur Silandak yang Sepi


Gunung Bismo Via Silandak

Jam 9 pagi setelah sarapan kami bertiga akhirnya mulai menerobos masuk ke dalam jalur pendakian gunung Bismo via Silandak dengan menggunakan ojek sampai pos bayangan. Dua pendaki wanita juga sudah lebih dulu berangkat dan mereka hanya tektok (tidak nge-camp).

Saya tidak akan menceritakan bagaimana perjalanan saya di jalur ini. Tetapi, saya hanya akan mengingatkan kepadamu untuk lebih baik bersiap daripada tidak sama sekali. Sebelum mencapai gerbang di pos 1. Nafasku tersengal dan dibubuhi keringat. Hampir muntah, dan inilah akibat tidak pernah olahraga sebelum mendaki gunung.


Terakhir pendakian saya adalah di gunung Andong pada bulan Mei 2021. Sedangkan pendakian ke gunung Bismo adalah bulan Maret 2022. Yah, jarak yang cukup lama dan hampir setahun tanpa mendaki gunung. Rebahan adalah kegiatan saya selama ini, dan pada akhirnya semua otot kaget di paksa mendaki gunung mendadak. 


Tidak sesuai dengan ekspektasi bahwa gunung Bismo akan mudah untuk di daki, realitanya membuat beban di lutut. Total ada empat pos pendakian sebelum sampai puncak. Pos paling berat adalah pos 2 dan pos 3. Jalur menanjak dan deretan anak tangga pasti akan membuat dengkul memaki nafasmu. Terlebih lagi tak pernah olahraga, pasti nafas bak anjing kecapean.


Di sepanjang jalur hanya ada kami bertiga dan beberapa pendaki yang baru saja turun. Tidak ada lagi rombongan yang naik selain kami. Jalur yang sepi tersebut menjamah kami dengan lelah. Normal perjalanan sampai pos camp (pos 4) adalah tiga jam saja. Namun, kami bertiga mencapai 5 jam. Dan kali ini, pertama kalinya dalam pendakian yang saya lakukan hanya ada satu tenda di pos camp. Tentu saja itu adalah tenda kami bertiga.


Tepat sebelum adzan Ashar berkumandang, kami akhirnya sampai di pos 4 dan segera mendirikan tenda untuk beristirahat. Sesaat sebelum matahari tenggelam, kabut dan gerimis mulai mendatangi tenda kami. Hujan pun menyambut kehadirannya, tidak ada hal lain yang kami lakukan selain tidur.


Sepanjang malam kami diguyur hujan, dan baiknya tidak ada angin deras yang bersamanya. Hanya ada hujan yang terus turun sampai pagi menjelang. Barulah kami bisa keluar dan melihat keadaan.


Sedikit menikmati kopi sebelum ke puncak.  Memakan waktu sekitar 30 menit dengan berjalan santai sampai ke puncak gunung Bismo via Silandak. Apabila kamu hendak ke puncak, sebelah kanan adalah jurang yang amat dalam dengan suara sungai yang mengalir deras. Lebih baik kamu berhati-hati apabila tak ingin di evakuasi.


Perlu kamu ingat, di sebelum puncak ada makam berbentuk batu. Dimana, kamu dilarang untuk mengambil gambar pada makam tersebut. Lebih baik mematuhi aturan dan kearifan lokal. Karena kita semua adalah tamu ketika berada di gunung.


Untuk suasana dan pemandangannya tak jauh beda dengan gunung Mongkrang. Namun, disini kamu akan melihat dataran tinggi Dieng dan juga jejeran gunung Sindoro, Sumbing, Merapi dan Merbabu. Di sebelah barat, kamu juga akan melihat gunung Slamet. Pastinya ini sangat indah dan harus di abadikan dalam kamera.


Esok paginya kami bergegas turun pulang dengan ditemani hujan di sepanjang perjalanan. Di pos satu hujan berhenti dan kami mengganti baju sebelum akhirnya melanjutkan untuk langsung melaju ke kota Jogja.


Lantas, bagaimana dengan motornya? Yap, masih sama dan saya harus membawanya dengan penuh kehati-hatian. Di tengah perjalanan akhirnya kami sedikit membersihkan karbu-nya yang kotor di bengkel warga.


Memang agak membaik, tapi masih sering kambuh di tengah perjalanan. Meski dalam keadaan seperti itu, saya dan kedua teman lainnya tetap melanjutkan untuk pulang.


Pada jurnal ke-13 pendakian gunung Bismo ini sengaja saya beri tema dengan “lebih baik bersiap” agar kita semua harus selalu siap akan kemungkinan yang terjadi. Walaupun, kita sudah mempersiapkannya dengan matang. Akan ada hal yang tidak kita duga, begitulah seharusnya alam bekerja pada manusia. Sampai bertemu di jurnal berikutnya!

Share:

Posting Komentar

5 Gunung di Jogja yang Cocok untuk Pendaki Pemula, Lengkap dengan Tipsnya

  Kamu sedang mencari gunung di jogja untuk pendaki pemula? Kamu bisa membaca artikel ini agar tahu apa saja rekomendasi yang bagus. Tulisan...

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes