Pernah nggak sih kamu ngerasa udah punya semuanya, tapi kok tetap aja kosong? Nah, buku Filsafat Kebahagiaan yang ditulis oleh Fahrudin Faiz ini cocok banget buat kamu yang lagi nyari makna bahagia yang lebih dalam dari sekadar senyum-senyum doang.
Buku ini bukan cuma ngasih definisi bahagia dari kacamata filsafat, tapi juga ngajak kamu mikir ulang soal hidup, tujuan, dan cara kamu memandang dunia.
Serius deh, ini buku bisa bikin kamu merenung sambil senyum kecut, “Wah, ternyata selama ini gue keliru, ya…”
Mengenal Fahruddin Faiz
Kalau kamu aktif di YouTube dan suka konten-konten filsafat, pasti nggak asing sama sosok yang satu ini. Fahruddin Faiz adalah dosen filsafat asal UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang terkenal karena cara penyampaiannya yang adem, relatable, dan jauh dari kesan kaku.
Beliau aktif menyampaikan kuliah filsafat melalui kanal YouTube "Ngaji Filsafat", dan dari sanalah banyak anak muda mulai mengenal dunia filsafat dengan cara yang lebih membumi.
Materi-materinya bukan cuma soal tokoh-tokoh besar, tapi juga bagaimana filsafat bisa jadi alat untuk memahami diri sendiri, lingkungan, bahkan cinta dan kehidupan sehari-hari.
Faiz dikenal sebagai sosok yang rendah hati, sederhana, dan selalu ngajak orang buat mikir lebih dalam tapi tanpa menghakimi.
Buku Filsafat Kebahagiaan adalah salah satu karya tulisnya yang berhasil menerjemahkan pemikiran-pemikiran filsafat ke dalam bahasa yang bisa dimengerti siapa aja—terutama kamu, yang lagi berusaha menemukan makna hidup di tengah dunia yang makin ribut ini.
Baca juga:
- Resensi Buku Tanggung Jawab Para Intelektual oleh Noam Chomsky
- Review Buku Suara Anarkis oleh Emma Goldman
- Review Buku Buruk yang Baik oleh George Orwell
Membaca Buku Serasa Diceramahin Langsung
Buat kamu yang pernah nonton ceramah atau kuliah filsafatnya Fahrudin Faiz, pasti familiar banget sama gaya bicara beliau yang tenang, dalem, tapi tetap santai.
Nah, hal yang sama juga bakal kamu rasain waktu baca buku Filsafat Kebahagiaan ini. Serius, rasanya kayak lagi duduk di kelas sambil dengerin beliau ngomong langsung ke kamu.
Buku ini bukan cuma menyampaikan teori, tapi juga ngajak kamu ngobrol—kayak lagi diskusi santai tapi makjleb.
Ada bagian-bagian yang bikin kamu mikir keras, ada juga yang kayak ‘tamparan halus’ buat realita hidup yang selama ini kamu hindari. Tapi semuanya disampaikan dengan cara yang nggak menggurui, justru bikin kamu ngerasa diajak mikir bareng.
Kesan "diceramahin langsung" ini juga muncul karena cara Faiz nyusun narasi yang runut, personal, dan penuh refleksi.
Kamu nggak cuma diajak kenal sama tokoh-tokoh filsafat besar, tapi juga diajak ngaca ke dalam diri sendiri. Jadi, meskipun ini buku filsafat, kamu nggak bakal ngerasa jauh dari topiknya, justru makin deket sama diri kamu sendiri.
Mengambil Sudut Pandang Empat Filsuf
Yang bikin buku Filsafat Kebahagiaan ini makin menarik adalah bagaimana Fahrudin Faiz meramu perspektif dari berbagai filsuf dunia dan Nusantara.
Gak cuma barat, tapi juga pemikiran Islam dan lokal turut dihadirkan. Ada empat tokoh yang jadi sorotan utama: Plato, Al Farabi, Al Ghazali, dan Ki Ageng Suryomentaram. Yuk kita intip pandangan mereka soal kebahagiaan.
1. Plato: Kebahagiaan Itu Saat Jiwa Seimbang
Menurut Plato, manusia punya tiga elemen jiwa: rasio (akal), spirit (semangat), dan nafsu (hasrat). Nah, bahagia itu terjadi kalau tiga elemen ini seimbang, dan akal yang jadi pemimpin.
Jadi, kalau kamu cuma ngikutin hawa nafsu tanpa mikirin akibatnya, ya jangan harap bisa bahagia tahan lama.
Faiz ngebawain pandangan Plato ini dengan contoh-contoh yang relate banget sama kehidupan modern. Misalnya, kamu kerja keras buat beli sesuatu biar dianggap keren, tapi ujung-ujungnya capek sendiri karena gak sesuai sama nilai yang kamu percaya.
2. Al Farabi: Bahagia Itu Hidup dalam Masyarakat yang Ideal
Al Farabi bilang, manusia itu makhluk sosial. Bahagia nggak bisa diraih sendirian, tapi harus dalam tatanan masyarakat yang adil dan bijak.
Dalam istilahnya, ini disebut al-Madinah al-Fadhilah alias negara utama, di mana pemimpinnya bijak dan rakyatnya hidup harmonis.
Faiz mengaitkan ini dengan kehidupan zaman sekarang. Kadang kamu susah bahagia bukan karena dirimu sendiri, tapi karena lingkungan yang penuh tekanan sosial atau sistem yang nggak berpihak.
3. Al Ghazali: Bahagia Itu Dekat dengan Tuhan
Kalau Al Ghazali, pendekatannya lebih spiritual. Dia percaya bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa didapat kalau kamu bersih secara batin dan mendekatkan diri pada Tuhan.
Dunia itu sementara, dan terlalu fokus sama kesenangan duniawi justru bikin kamu makin jauh dari makna hidup yang hakiki.
Di buku ini, Faiz ngajak kamu buat nyoba refleksi dan kontemplasi ala Al Ghazali. Bukan buat jadi sufi total, tapi biar kamu sadar kalau ada kebahagiaan yang gak bisa dibeli, yaitu ketenangan batin dan hubungan yang jujur sama yang Maha Kuasa.
4. Ki Ageng Suryomentaram: Bahagia Itu Mengenali Diri
Filsuf lokal yang satu ini punya pendekatan yang unik dan sangat membumi. Ki Ageng percaya bahwa kunci kebahagiaan itu ada di “ngerasa”, mengenali dan jujur sama perasaan sendiri. Bukan berarti kamu harus nurutin semua rasa, tapi lebih ke mengenalinya biar gak terombang-ambing.
Faiz mengangkat pemikiran ini dengan cara yang sederhana dan aplikatif. Misalnya, dia ngajak kamu buat ngerti kapan kamu marah beneran dan kapan kamu cuma ikut-ikutan emosi. Dari sana, kamu bisa lebih tenang dan gak reaktif, yang akhirnya bikin hidup jadi lebih adem.
Apa yang Saya Dapatkan Dari Buku Ini?
Dari buku Filsafat Kebahagiaan ini, saya belajar banyak hal tentang makna kebahagiaan yang lebih dalam dan luas.
Buku ini membuka pikiran saya bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya soal kesenangan sesaat, tetapi tentang bagaimana kita bisa hidup dengan makna yang lebih dalam dan keseimbangan dalam diri.
Faiz nggak cuma mengajak kita untuk berpikir lebih dalam soal apa yang benar-benar penting, tapi juga mengingatkan kita untuk berhenti sejenak, merenung, dan mempertanyakan tujuan hidup kita.
Buat kamu yang sedang mencari arti kebahagiaan dengan bacaan yang gampang dipahami, buku ini adalah pilihan yang tepat.
Tanpa harus bingung dengan istilah filsafat yang berat, kamu tetap bisa mendapatkan pencerahan yang membimbingmu untuk menemukan kebahagiaan versi dirimu sendiri.
Ini bukan buku yang memberi jawaban pasti, tapi lebih kepada membuka jalan supaya kamu bisa menemukan kebahagiaan dengan cara yang sesuai dengan dirimu.
Sebagai penutup, Filsafat Kebahagiaan karya Fahrudin Faiz bukan sekadar buku biasa. Jika kamu lagi nyari pandangan baru tentang cara bahagia yang lebih bermakna, buku ini wajib banget masuk daftar bacaan kamu.
Baca juga:
- Review Buku Rebel Notes: Catatan Seniman Pemberontak
- Review Buku Ekofeminisme oleh Nancy R.Howell
- Review Buku "Tanpa Tuhan Apakah Segalanya Diizinkan" oleh Julian Baggini
Posting Komentar