Kembara | Bagian Kesebelas - Sajak Aksara

Kembara | Bagian Kesebelas

puisi puisi perjuangan

Pengembaraan menuju telaga

Peraduan

Mari sejenak menelantarkan ego masing masing yang masih ada di jiwa setiap anak manusia. Kuda hampir mati di tengah gurun sebelum unta datang membawakan segelas air putih berwadahkan perak dan buah buah segar. Menatap jauh ke ujung telaga persemaian para binatang buas di bawah terik matahari.


Sebebas Apapun perjalanan, akan ada waktunya menunaikan rindu dengan semestinya. Tidak perlu bertaburkan air mata. Cukup percaya pada pertemuan dan peluk yang akan datang, walau hanya sekedar singgah. Menitipkan kembali luka luka yang akan menggores sebidang hati di dalam jiwa manusia.


Manakala dada mulai pengap dan dipenuhi amarah, dadu dadu milik tuan segera singkirkan sebelum terpakai oleh kesetanan. Merenggut segalanya, apapun yang akan dilakukan dengan hitam putih itu bertuliskan angka. Hasil yang dicapai adalah bukti peraduan pada nasib dengan nasib. Tidak ada pengetahuan perihal itu.


Seakan bongkahan batu besar jatuh menimpa kepala, remuk seremuk remuknya. Otak berceceran di mana mana. Tak akan ada yang peduli, rasa takut dan trauma mendarah di syaraf buntu setiap anak manusia. Tapal batu telah menimpa seluruh isi kepala, meremukkan segala apa yang ada di dalamnya. Tak tersisa sesuatu pun, kecuali darah berceceran.


Mimik muka semakin menjadi muram, ketika kabar simpang siur datang melalui sepucuk surat dan bertuliskan kematian dini hari. Jiwa siapa yang akan berlari dari mati, tak satupun dari roh akan lolos pada waktu waktu yang sudah ditetapkan. Sebagian tidak percaya, sebagian lagi sudah menangis tersedu-sedu di bawah pohon kurma.


Selanjutnya peraduan adalah satu satunya cara untuk kembali menenangkan keadaan, bersimbah di atas tanah dengan tangan meminta pada kuasa agar ampunan datang menyelinap siang ini. Membiarkan sejengkal lagi dari roh, supaya hidup lebih berparti dan bermakna untuk kehidupan. Tidak sekedar menanti-nanti.


Menuju perjalanan panjang, 20 Juli 2020.


Share:

Posting Komentar

Membaca Tanpa Bersosialisasi, Hidup Penuh Paradoks

Di era digital ini, membaca dan bersosialisasi bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Di satu sisi, membaca membuka jendela duni...

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes