Gunung Papandayan, Semangat Baru | Jurnal 15 - Sajak Aksara

Gunung Papandayan, Semangat Baru | Jurnal 15

Gunung Papandayan

“Semangat penuh dengan perubahan sikap untuk menjadi manusia yang lebih berguna”

Gunung Papandayan yang berada di Cisurupan, Garut ini menjadi gunung ke-15 yang saya jajaki di pulau Jawa. Dengan ini, jurnal tetap kembali dengan yang ke-15. Ada beberapa hal yang berubah setelah sekian purnama pada diri saya sendiri, termasuk semangat baru.

Setelah bertahun-tahun untuk merencanakan ke gunung yang ada di Jawa Barat, akhirnya pada November 2022 di penghujung tahun saya bisa mendaki gunung Papandayan. Salah satu list yang memang sudah saya rencanakan di tahun 2022.

Di tahun 2022 juga menjadi tahun yang cukup menyenangkan, dimana saya bisa menyelesaikan studi sebagai mahasiswa selama lima tahun. Tepatnya pada tanggal 13 September 2022, akhirnya bisa juga menyandang gelar sarjana, walaupun ini tidak mudah untuk di emban. Setelah prosesi sidang skripsi tersebut, akhirnya segera melanjutkan jurnal ke gunung Papandayan bersama dua orang yang sama saat ke Arjuno Welirang.

Perjalanan ke Basecamp Papandayan

Gunung Papandayan

Salah satu perjalanan panjang menyusuri jalanan dari kota Jogja ke Garut ini tidak akan saya lupakan. Dengan mengumpulkan semua data-data artikel mengenai pendakian gunung Papandayan, akhirnya kami bertiga berangkat dari terminal Giwangan.

Seperti biasa, bagi kamu yang sering ke terminal tidak akan jauh dari para calo. Maka dari itu, kami sudah melakukan riset lebih awal mengenai harga bus dari Jogja menuju gunung Papandayan. Sehingga kami bertiga tidak mudah untuk menjadi korban si calo ini.

Dari terminal Giwangan kami berangkat jam 5 sore menggunakan bus Kencana menuju Bandung. Karena tidak ada akses bus yang menuju langsung ke gunung Papandayan, kami pun harus ke Bandung terlebih dulu. Karena ada saran dari supir bus untuk berhenti di Rancaekek (daerah sebelum kota Bandung), kamipun mengikut saja. Sebab, kalau dari Bandung ke Garut lebih jauh. Sehingga lebih dekat jika turun di Rancaekek.

Setelah sampai di Rancaekek kami pun langsung mencari bus elf untuk menuju Cisurupan yang ada di Garut. Karena gunung Papandayan ini berlokasi di Cisurupan. Nah, selama perjalanan dari Rancaekek, si kenek elf ini mengatakan bahwa harga per orang untuk sampai Cisurupan adalah 40 ribu rupiah saja. Tapi, setelah sampai di Cisurupan kami malah kena tipu. Kami bertiga malah disuruh bayar sebesar 70 ribu untuk setiap orangnya. 

Dari kejadian ini, saya menjadi tahu bahwa kejujuran masih sangat krisis di Indonesia. Padahal saya sudah sejauh ini melangkah. Walaupun begitu, kami bertiga tetap semangat dan terus melangkah untuk bisa mencapai Papandayan. Kami tiba di Cisurupan sudah pagi, mentari telah lebih dulu menodong dari balik awan.

Karena baru saja kena tipu, kami berhenti sejenak untuk sekedar istirahat dan sarapan lebih dulu sebelum lanjut kembali ke basecamp Papandayan. Dari sini, menuju basecamp Papandayan hanya perlu membayar 50 ribu menggunakan jasa ojek dengan jarak hampir satu jam lamanya.

Baca juga: Gunung Bismo, Lebih Baik Bersiap | Jurnal 13

Semangat Baru Menerobos Hujan

Gunung Papandayan

Sesampainya kami di basecamp, tentunya registrasi lebih dulu dan pasti berswa foto. Karena kami sudah tahu bahwa trek gunung Papandayan tidak begitu sulit dibandingkan gunung lain, kami memutuskan untuk santai saja dan tidak perlu terburu-buru.

Sayangnya, tepat setelah kami sampai di area camp terakhir gunung Papandayan, hujan mulai turun. Secara perlahan, gerimis menjadi hujan deras yang sepertinya tak mau berhenti. Karena hujan tak kunjung reda, akhirnya kami segera mendirikan tenda dengan menggunakan jas hujan. 

Walau hujan mengguyur deras, kami bertiga tetap mendirikan tenda dengan berbalutkan jas hujan. Lima menit berselang setelah tenda kami berdiri kokoh, hujan akhirnya reda. Alam memang tidak bisa ditebak akan seperti apa, sama halnya dengan cita-cita yang manusia buat.

Karena di gunung Papandayan tidak ada puncak, kami lebih memilih untuk bersantai di area camp sembari melihat suguhan keindahan Papandayan. Setelahnya, ada hutan mati yang bikin betah untuk tetap di sana. Tak sampai di situ saja, kami pun singgah di danau kawah mati gunung Papandayan untuk sekedar berswa foto.

Baca juga: Gunung Arjuno Welirang, Menata Ego | Jurnal 14

Sejauh manapun kaki melangkah, rasanya akan tetap sama tanpa semangat baru. Salah satu yang membuat saya tetap semangat dalam perjalanan kali ini adalah satu masalah yang sudah diselesaikan dengan baik-baik. Sampai jumpa kembali di jurnal berikutnya!

Share:

Posting Komentar

Membaca Tanpa Bersosialisasi, Hidup Penuh Paradoks

Di era digital ini, membaca dan bersosialisasi bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Di satu sisi, membaca membuka jendela duni...

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes