Solo Travel Jakarta dari Kendari: Jelajahi Ibu Kota Sendirian - Sajak Aksara

Solo Travel Jakarta dari Kendari: Jelajahi Ibu Kota Sendirian

Solo Travel Jakarta

Solo travel Jakarta jadi keputusan yang sudah saya rencanakan selama dua bulan sebelumnya dan akhirnya terwujud di akhir November 2024. 

Waktu itu, saya lagi cari cara menutup tahun dengan sesuatu yang berbeda, nggak melulu liburan bareng keluarga atau teman. Akhirnya, saya meutuskan buat solo traveling dari Kendari ke Jakarta. 

Perjalanan ini bukan cuma soal destinasi, tapi lebih ke pengalaman personal dan rehat sejenak sebelum menyambut tahun baru.

Awalnya Jakarta ke Lampung

Rencana awal dari solo travel Indonesia versi saya ini sebenarnya sangat sederhana. Saya pengin ngerasain gimana serunya nyeberang laut dari Jakarta ke Lampung. 

Bayangin aja, naik bus malam dari Ibu Kota, lanjut nyebrang Selat Sunda naik kapal ferry, dan menikmati pagi hari di tanah Sumatra. Ekspektasinya adalah ingin solo traveling yang beda dari biasanya, lebih bikin deg-degan dan pastinya memorable.

Tapi, kadang rencana tinggal rencana. Karena beberapa hal teknis, cuaca kurang mendukung, kapal ferry ramai banget jelang liburan, dan keterbatasan waktu, saya akhirnya memutuskan buat ubah arah perjalanan. 

Instead of Lampung, saya banting setir ke Jogja dan menghabiskan malam tahun baru di sana. Keputusan yang mendadak, tapi ternyata nggak kalah seru dan penuh kejutan.

Meskipun gagal menapakkan kaki di Lampung, pengalaman ini tetap jadi bagian dari petualangan solo travel Indonesia-ku yang nggak akan terlupakan. 

Kadang yang bikin perjalanan menarik bukan cuma tujuan, tapi juga fleksibilitas dan spontanitas yang bikin semuanya lebih hidup.

Baca juga:

Awal Perjalanan: Tiket, Rute, dan Persiapan

Perjalanan solo travel Jakarta ini sebenarnya jadi salah satu langkah awal saya menjelajahi lebih jauh dunia solo travel Indonesia. Berangkat dari Kendari, saya sudah menyiapkan mental dan fisik untuk berpetualang sendirian ke ibu kota. 

Tapi jujur aja, salah satu alasan saya berani ambil keputusan ini adalah karena saya punya teman dekat yang tinggal di Depok. Jadi meskipun ini solo travel, saya tetap punya tempat singgah gratis yang bisa jadi basecamp selama di Jakarta. Lumayan banget buat kamu yang pengen solo travel tapi tetap hemat!

Untuk tiket pesawat, saya pilih Pelita Air karena jadwalnya cocok dan harganya masih masuk akal. Total tiket pulang-pergi sekitar Rp1,8 juta. 

Saya pesan via aplikasi online biar gampang sekaligus bisa pilih kursi. Penerbangannya cukup nyaman, dan waktunya pas buat sampai Jakarta siang hari.

Setelah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, saya sempat bingung mau naik apa ke SCBD, karena di hari pertama saya sudah janjian ketemu teman di sana. 

Bingung karena ini pertama kalinya saya solo travel ke Jakarta, dan sistem transportasi umum di sini lumayan kompleks buat pendatang baru.

Akhirnya saya memutuskan naik Bus Damri jurusan Pasar Senen dengan tarif Rp60 ribu. Bus-nya nyaman, ber-AC, dan langsung membawa saya ke pusat kota tanpa perlu repot ganti-ganti kendaraan. 

Dari Stasiun Pasar Senen, saya lanjut naik Maxim ke kawasan SCBD. Biayanya cuma Rp25 ribu, dan supirnya cukup ramah jelasin rute ke beberapa titik penting di Jakarta.

Perjalanan ini jadi momen penting buat saya karena selain belajar mandiri, saya juga mulai paham bagaimana sistem transportasi dan mobilitas di kota besar seperti Jakarta. 

Meskipun sempat bingung dan was-was, ternyata semua bisa diatasi dengan tenang dan sedikit keberanian. Solo travel Jakarta memang bisa jadi tantangan tersendiri, tapi juga menyimpan banyak pelajaran dan pengalaman seru.

Merasakan Vibes Work Holic ala Jakarta

Begitu kakiku menginjakkan tanah Jakarta, satu hal langsung terasa: ini benar-benar kota besar. Langitnya dipenuhi gedung pencakar langit, jalanannya ramai tak pernah sepi, dan ritmenya... cepat, sibuk, nyaris tanpa jeda.

Sepanjang perjalanan dari bandara menuju penginapan, saya memperhatikan sekitar. Di setiap sudut yang kamu lihat, banyak manusia berlalu-lalang dengan raut wajah yang fokus dan langkah cepat. 

Di halte, mereka menatap layar ponsel sambil sesekali melirik jam tangan. Di dalam MRT, semua larut dalam dunia masing-masing, entah membaca laporan, membalas email, atau sekadar rehat sejenak sebelum kembali ke rutinitas.

Vibes workaholic Jakarta terasa nyata. Kota ini seperti mesin besar yang tak pernah berhenti berputar. Rasanya seperti di tengah gelombang energi produktif, di mana semua orang punya tujuan, punya deadline, dan bergerak tanpa banyak basa-basi.

Dan di situlah saya berdiri, sendirian, dari kota kecil, mencoba menyerap denyut kota metropolitan yang terus mengejar waktu.

Keliling Kota Jakarta

Perjalanan keliling Jakarta kali ini saya mulai dari Depok, tempat saya menginap di rumah teman. Lokasinya strategis banget buat yang mau jelajahi Ibu Kota tanpa harus repot cari penginapan mahal. 

Dari sana, saya pilih naik TransJakarta sebagai moda transportasi utama—murah, cepat, dan lumayan nyaman kalau nggak pas jam-jam padat.

Perhentian pertama: Kota Tua. Setelah transit di beberapa koridor, saya sampai juga di kawasan yang penuh sejarah ini. Saat senja mulai turun, langit Jakarta berubah jingga keemasan. 

Siluet gedung tua, suara tawa pengunjung, dan alunan musik jalanan bikin suasana Kota Tua terasa magis. Saya duduk sebentar di bangku depan Museum Fatahillah, menikmati sore sambil menyeruput es kopi dari kedai kaki lima. Rasanya, tenang.

Setelah magrib, saya lanjutkan perjalanan ke kawasan Sudirman. Nah, ini dia pusatnya hiruk-pikuk Jakarta modern. Gedung-gedung tinggi berdiri megah, kendaraan lalu-lalang tanpa henti, dan orang-orang berjalan cepat seolah waktu nggak pernah cukup. 

Tapi yang paling kerasa di sini: panasnya! Meski malam mulai turun, udara di sekitar Sudirman tetap gerah—kombinasi polusi dan padatnya aktivitas. Tapi jujur, di tengah keringat dan debu, saya tetap merasa Jakarta punya pesona tersendiri.

Keliling Jakarta dalam sehari memang nggak cukup buat nikmati semua yang ditawarkan kota ini. Tapi lewat perjalanan kecil ini, saya bisa ngerasain kontrasnya: dari kehangatan senja di Kota Tua, sampai panasnya realita kota besar di Sudirman.

Perjalanan solo travel saya ke Jakarta dari Kendari memang cuma sebentar, sekitar seminggu lebih. Jujur saja, saya nggak tahan terlalu lama di Ibu Kota. 

Suasananya yang terlalu ramai, cuaca yang panas, dan segala sesuatu yang terasa serba mahal membuat saya cepat lelah secara fisik maupun mental. 

Setelah puas menjelajah beberapa spot menarik di Jakarta, saya pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Jogja naik kereta dari Stasiun Pasar Senen. 

Rasanya lebih tenang dan cocok buat saya yang ingin rehat dari hiruk-pikuk kota besar. Meski singkat, solo travel ini tetap jadi pengalaman yang berkesan dan siapa tahu, suatu hari nanti saya akan kembali ke Jakarta, dengan cara dan cerita yang berbeda.

Baca juga:

Ini adalah beberapa pengalaman solo traveling saya, jika pengen berkenalan lebih lanjut, silahkan baca perjalanan lainnya di blog Saksara.

Share:

Posting Komentar

Solo Travel Jakarta dari Kendari: Jelajahi Ibu Kota Sendirian

Solo travel Jakarta jadi keputusan yang sudah saya rencanakan selama dua bulan sebelumnya dan akhirnya terwujud di akhir November 2024.  Wak...

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes